Selasa, 14 Juni 2011

Penyengat

Ombak laut terasa tinggi dibanding biasanya ketika kami menyeberang dari Batam ke Tanjungpinang, menuju Pulau Penyengat atau Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari Kota Tanjung Pinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih 2.500 meter x 750 meter, dan berjarak lebih kurang 35 km dari Pulau Batam. Pulau penyengat ini dapat dituju dengan menggunakan perahu bot atau lebih dikenal bot pompong. Dengan menggunakan bot pompong, memerlukan waktu tempuh kurang lebih 15 menit dari kota Tanjungpinang.

Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, penuh sejarah dengan menara kuning keemasan makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.

Pada abad ke-18, Raja Haji membangun sebuah benteng di Pulau Penyengat, benteng tersebut tepatnya berada di Bukit Kursi, disana ditempatkan beberapa meriam sebagai basis pertahanan Bintan Ia menguasai wilayah istrinya Raja Hamidah tahun 1804. Anaknya kemudian memerintah seluruh kepulauan Riau dari Pulau Penyengat. Sementara itu, saudara laki-lakinya memerintah di Pulau Lingga di sebelah selatan dan mendirikan Kesultanan Lingga-Riau.
Penyengat hanyalah sebuah pulau kecil di antara gugusan Kepualauan Riau. Namun pulau itu penuh makna bukan saja bagi Nusantara, tetapi juga bagi dunia Melayu pada umumnya. Di zaman keemasan Kesultanan Riau, pulau itu bukan saja menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga pusat kebudayaan dan keagamaan.

Penyengat kini sunyi dan sepi dimakan waktu. Setelah dihancurkan Belanda, pulau ini dibangun kembali pada tahun 1803. Berbagai bangunan masa lampau yang kini tersisa hanyalah Mesjid Sultan dan Istana serta beberapa rumah saja. Benteng pertahanan kesultanan di masa lalu tinggal reruntuhan. Makam berserakan di seluruh pulau, sebagai saksi kepahlawanan dan sekaligus kebiadaban orang-orang Belanda di masa lalu. Hanya kompleks makam Raja Haji Fi Sabilillah dan kompleks makam Engku putri, yang di sampingnya ada makam Raja Ali Haji bin Raja Ahmad yang nampak terpelihara.

Berdasarkan pantauan kami bangunan masjid yang dibangun tahun 1832 telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Di dalam masjid juga terdapat musyhaf Alquran tulisan tangan hasil karya Abdurrahman Stambul, seorang warga Pulau Penyengat yang dibuat pada tahun 1867. Menurut sejarah, masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir, dan tanah liat. Namun kekuatannya bangunan ini masih kokoh.
Peziarah dalam maupun luar negeri menjadikan masjid ini sebagai tujuan wisata. Selain sebagai tempat beribadah, Masjid Sultan Riau Penyengat dibangun sebagai simbol perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap penjajah Belanda.


>> Berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar